Technology & Society 🌐

Jebakan Ewuh Pakewuh: Mengapa Teknologi Canggih Gagal Melawan Budaya Feodal

Saya sering merenung saat menatap layar laptop yang penuh dengan notifikasi webinar, undangan Zoom, dan tawaran kursus online yang menjanjikan keahlian instan. Di era ini, akses kita terhadap ilmu pengetahuan begitu melimpah ruah, seolah-olah kita sedang berdiri di bawah air terjun informasi yang tak pernah kering. Hanya dengan satu klik, kita bisa belajar coding dari […]

Tech Profiles 👤

Pionir STEM Indonesia: Dari Penakluk Lumpur hingga Peretas Kode Kehidupan

Sejarah sering kali menipu kita. Jika kita membaca buku teks standar, narasi sains modern seolah-olah hanya milik negara-negara Barat. Kita, di Indonesia, sering diposisikan hanya sebagai “penonton” atau “konsumen”. Kita membeli iPhone, kita menaiki Boeing, dan kita divaksinasi dengan formula asing. Narasi ini menciptakan ilusi bahwa otak Indonesia hanya pandai “memakai”, bukan “mencipta”. Namun, jika

Technology & Society 🌐

Batas Manusia-Mesin 2030: Kita Tidak Akan Diganti, Kita Akan Berkolaborasi

Selama beberapa tahun terakhir, kita dibanjiri oleh satu narasi: Artificial Intelligence (AI) akan datang mengambil alih pekerjaan kita. Robot akan menggantikan kasir, penulis, dan bahkan manajer. Ini adalah ketakutan yang wajar. Sejak Homo sapiens pertama kali menyalakan api atau menciptakan tombak, kita selalu menciptakan alat untuk meringankan beban fisik kita. Selama ribuan tahun, dari revolusi

Technology & Business 💼

Mengapa Kita Gagal Merekrut dan Harus Mulai ‘Membangun’ Sendiri

Saya sering sekali mendengar keluhan ini di banyak lingkaran profesional: “Susah sekali mencari talenta digital!” Perusahaan-perusahaan besar ingin merekrut ratusan data scientist atau AI specialist, tapi kandidatnya tidak ada. Manajer mengeluh standar lulusan baru tidak memenuhi ekspektasi. Di sisi lain, kita melihat berita tentang angka pencari kerja yang tinggi. Bagaimana bisa dua hal ini terjadi

Technology and the Future 🚀

Prospek Pekerjaan: AI Telah Tiba & Kita Salah Mempersiapkannya

Saya baru saja selesai membaca tumpukan data dan laporan intelijen pasar kerja. Jujur, ada satu hal yang terus mengusik pikiran saya. Kita semua tahu dunia sedang berubah. Kita tahu AI (Kecerdasan Buatan) datang. Tapi data menunjukkan kita mungkin sedang mempersiapkan diri dengan cara yang salah. Selama ini, narasi yang kita dengar adalah: “Belajar coding! Jadilah

Socioeconomic 📊

Tiga Langkah Keluar dari Jebakan Demografi

Saya tahu apa yang mungkin Anda rasakan setelah membaca analisis kita sejauh ini. Mungkin terasa berat. Kita berhadapan dengan anak muda yang sulit mendapat kerja, 90% dari kita bekerja tanpa jaminan pensiun, dan negara kita terancam “menjadi tua sebelum menjadi kaya” dalam skenario “Jebakan Pendapatan Menengah”. Rasanya seperti sebuah takdir yang suram. Tapi saya di

Socioeconomic 📊

Resesi Geopolitik: Saat Dunia Sibuk Perang Dagang, Pertarungan Indonesia Ada di Dalam Negeri

Kalau kita perhatikan berita beberapa tahun terakhir, rasanya dunia sedang tidak baik-baik saja. Ada perang tarif antara kekuatan besar, rantai pasok global yang kacau, dan konflik yang meletus di berbagai penjuru. Kita mungkin berpikir, inilah ancaman terbesar bagi perekonomian dan bisnis di Indonesia. Logikanya sederhana: jika dunia sedang ‘sakit’, kita pasti ikut tertular. Tapi apa

highway, buildings, skyscrapers, traffic, aerial, panorama, central business district, metropolitan, indonesia, jakarta, busy, city, cityscape, architecture, urban, jakarta, jakarta, jakarta, jakarta, jakarta
Technology & Society 🌐

Indonesia 2045 Bukan Sekadar Mimpi Digital: Ini Pertaruhan Produktivitas Kita

Beberapa tahun terakhir ini, kita semua merasakan gelombang itu. Sebuah optimisme digital yang luar biasa. Saya melihatnya setiap hari: dari warung kopi yang hanya menerima pembayaran digital hingga ambisi perusahaan-perusahaan besar untuk “go digital”. Rasanya, teknologi adalah jawaban atas semua masalah kita. Jika kita bisa online, kita bisa maju. Data baru dari World Economic Forum

Socioeconomic 📊

Pahlawan (Bukan) Tanpa Tanda Jasa

Sepanjang sejarah modern, kita telah membingkai profesi pendidik dengan satu narasi utama: pengabdian. Kita memberi mereka gelar mulia, “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Namun, tanpa kita sadari, label ini telah berevolusi menjadi belenggu psikologis. Sebuah belenggu yang menciptakan ekspektasi sosial bahwa guru harus berkorban, “ikhlas”, dan—secara implisit—menerima kondisi finansial yang pas-pasan. Hasilnya? Kita berhadapan dengan sebuah

Socioeconomic 📊

Pendidik Bukan Beban

Selama puluhan tahun, perdebatan kita tentang pendidikan terjebak pada satu narasi yang sama: kesejahteraan pendidik. Kita berdebat soal gaji, tunjangan, dan status. Namun, kita mungkin sedang menanyakan pertanyaan yang salah. Masalah sebenarnya bukanlah sekadar “gaji rendah”. Masalah sebenarnya adalah kegagalan imajinasi. Kita masih memandang pendidik—baik itu guru di pelosok desa maupun profesor di universitas ternama—sebagai